Rabu, 08 Juni 2011

Panorama Pulau Kalimantan Barat



Taman Nasional Betung Karihun (TNBK) di pedalaman Kalimantan Barat menyimpan “sejuta” potensi yang belum tergali. Ribuan ragam flora maupun fauna tumbuh dan berkembang. Misteri rimba Borneo bersinergi dengan masyarakat suku Dayak, menghasilkan tradisi yang erat kaitannya dengan ritme alam. Bentangan khas hutan hujan tropis menjadi sajian panorama sepanjang perjalanan menuju Taman Nasional Betung Kerihun, di pedalaman Kalimantan Barat.

Potensi apa yag tersembunyi di hutan Borneo yang kadang menyimpan legenda yang bernuansa magis ini? Potensi sumberdaya alam dengan biodiversitas yang beragam tentunya. Bukankah mubazir bila tak diolah optimal? Tentu saja bukan sekedar mengeksplorasi, namun soal koservasi harus ikut diwujudkan. Belajar dari masyarakat lokal dengan filosofi bagaimana mengharmonisasikan hidup bersatu dengan alam patut untuk dipelajari dan di kembangkan.


Gencarnya isu “global warming”, mestinya bisa diantisipasi dengan mengangkat kearifan lokal. Pengelolaan ekologi berdasar pada akar tradisi nenek moyang. Apa sejatinya kaedah konservasi? Karifan lokal yang diturunkan secara turun-temurun tak lain dimaksudkan agar anak cucu bisa menikmati manfaat sumber alam tanpa merusak ekosistem.

Keberadaan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK), sangat membantu berbagai persoalan terkait konservasi maupun sosial ekonomi masyarakat pada umumnya. Sebagai taman nasional terbesar di Kalimantan Barat ( luasan 800.000 ha ), berikut potensi yang ada didalamnya, sangat memungkinkan untuk dikembangakan sebagai laboratorium alami. Tawaran program peningkatan ekonomi mutual salah satunya adalah ekotourism.

Identifikasi keragaman hayati secara intens dilakukan oleh pengelola TNBK dibawah naungan Balai Besar TNBK, hasil identifikasi tersebut prosentase terbesar flora fauna merupakan endemik Borneo, sangat spesifik sdan punya keunikan sendiri yang sulit ditemui di tempat lain, kecuali di TNBK.

Topografi TNBK memiliki kontur relief pegunungan sampai di perbatasan Kaltim, jadi sangat menarik bagi para penggemar wisata jelajah alam ( wisata dengan minat khusus) untuk berekspedisi menikmati “jungle traveling”.

Untuk mendukung minat kunjung wisata tentunya dibutuhkan kesepakatan dari para pemangku kepentingan, dengan satu persepsi tentang visi dan misi pengembanganya. Mecermati makin maraknya tawaran paket ”field trip” berbasis ekotourism saat ini, tentunya TNBK sangat representatif. Letak geografis TNBK yang berbatasan dengan Malaysia memungkinkan diwujudkannya berbagai proyeksi kerjasama lintas batas (trans border).

Multiplier efek dari wisata ekologi tentu akan memicu perkembangan sektor perekonomian masyarakat di sekitar kawasan. Bukankah dampak positif ini dapat meminimalisir ekploitasi hutan termasuk mencegah pembalakan liar?



Menantang

Prospek TNBK menjadi daerah tujuan wisata alam tentu harus dikerjakan secara simultan dan komprehensif. Digulirkan secara intensif melalui berbagai forum serta melibatkan berbagai pihak pelaku usaha pariwisata.

Ragam atraksi “living culture” dapat dinikmati pengunjung, kehidupan khas suku dayak ( terdapat 7 sub suku dayak d wilayah ini) ditengah jernihnya sungai embaloh yang menjadi jalur utama aksebilitas menuju hutan TNBK.

Perjalan menyusuri dengan long boat sungai dinaungi canopy pepohonan menjadi sensasi tersendiri, dikanan kiri sungai dapat ditemui sarang orang utan, sesekali burung rangkong ataupun elang hutan terbang lalu hinggap di dahan-dahan pohon. Sungai embaloh mempunyai sub DAS tekelan, dimana “camping ground” sekaligus pos peristirahatan untuk menjelajah lebih jauh pesona rimba Borneo. Selain susur sungai, pecinta petualangan hutan bisa menikmati “jungle tracking” dengan tantangan sesunguhnya. Ttentu saja fisik harus prima. Setelah menguras sekaligus menempa kekuatan fisik ber-“jungle tracking” di lembah tekelan, pengunjung bisa menikmati “bodi rafting” dengan menghanyutkan diri di arus sungai tekelan. Untuk merasakan sensasi sebagai penjelajah alam sejati. Dan jangan sampai terlewatkan untuk berburu ikan ala masyarakat tradisi Dayak. Ada banyak pilihan selain memancing yang konvensional, kita bisa mencoba menombak ikan, atau menjaring dengan memasang pukat. Lantas hasil buruan tadi bisa langsung dinikmati, tentu saja dimasak ala suku Dayak. Jenis ikan di sungai Embaloh termasuk ikan langka dan bernilai ekonomis tinggi, terutama ikan semah ( torr tramboidess ) sebagai endemik khas kalimantan yang harus dijaga populasinya.

Melihat kondisi alam yang luar biasa tersebut, masih banyak atraksi wisata berbasis petualangan alam yang bisa dikembangkan, baik untuk merespon pemanfaatan DAS ataupun wisata olah raga alam, tentunya masih dalam koridor konservasi dan edukasi.

Karakter arus sungai serta terdapatnya banyak jeram dengan grade standar tentu potensial bagi olahraga arung jeram atau cubing dengan membuat jalur tertentu sambil diberikan “game ala jungle survival”.

Struktur geologis yang membentuk kawasan ini memunculkan gua – gua kars, dimana para petualang disuguhi jalur “caving” dengan pemandangan stalaktit nan menawan. Terdapat 55 gua dihulu sungai Kapuas. Catatan antropologis setempat terungkap bahwa masyarakat adat dayak menggunakan gua tersebut sebagai tempat penguburan pada jaman dulu.

Khasanah budaya tradisional dayak bisa dilihat langsung dengan mengunjungi desa di sekitar TNBK, termasuk desa pangkalan akhir menuju hutan di desa sadap. Pola kehidupan mereka dalam sebuah komunitas rumah betang menarik untuk dikunjungi sambil berinteraksi belajar perihal lokal jenius mereka.

Wisatawan juga dapat menyaksikan gawai dayak, sebuah ritual tradisi setelah panen, bahkan bagi peminat “living culture” bisa mengikuti prosesi budaya terkait dengan upacara persiapan penanaman maupun upacara tradisi lainya.

Untuk pengamatan satwa liar ( animal watching ) maupun pengamatan burung ( bird watching ) terdapat beberapa tempat.

Sepan atau mata air dengan kandungan mineral garam relatif tinggi adalah pilihan bagi hewan mamalia besar untuk ngasin juga meneguk segarnya mata air, disinilah “animal watching” bisa dilakukan. Berbagai Species bisa ditemukan terutama saat senja. Sepan Jut adalah sepan yang paling sering digunakan untuk kegiatan “animal watching” mamalia seperti rusa, babi hutan, kijang, kancil serta beruang dengan intensitas pemunculan cukup tinggi. Selain mamalia, atraksi “animal watching” lainnya adalah pengamatan buaya di DAS Sibau, yaitu Loak Konjulan, Pangkalan Jabun dan Lubuk Banyi. Buaya jenis Sinyulong dan buaya kodok sering berjemur di kawasan tersebut. Untuk atraksi pengamatan lanscape berikut flora fauna, pengelola juga membangun menara pengamatan di muara laboh sekaligus menjadi tempat transit selama menyelusuri sungai Embaloh.



Akses

Taman Nasional Betung Kerihun dapat ditempuh melalui transportasi darat, air juga udara. Dari pelabuhan udara Supadio Pontianak dapat menempuh jalur darat menuju Sintang, melalui jalan alternatif menembus Sanggau. Perjalanan darat cukup menantang, dikarenakan akses jalan termasuk baru dibangun melintasi hutan dan perkebunan sawit.

Pemandangan alam terhampar sebagai pengobat lelah selama di kendaraan. Selain jalur darat ada maskapai penerbangan yang menyediakan jasa layanan penerbangan Pontianak Putusibau. Secara “cost value” selisih jalur darat dan udara tidak begitu jauh, pemandangan hamparan hutan dan alam dari pesawat tidak kalah menarik.

Permadani hijau dengan ornamen kelokan sungai, tentunya menumbuhkan impresi wisatawan. Hanya jarak tempuh jalur darat dan udara terpaut waktu cukup jauh, secara konsekuensi logisnya. Dari Sintang menuju Putusibbau ditempuh melalui jalur darat sekitar enam jam, jika perjalanan dilakukan masih pagi masih dapat menikmati kabut tipis mengelilingi gunung kelam, bukit batu karst yang cantik, berikut sejuk alam sepanjang jalur darat.

Setelah sampai di Putusibau pengunjung dapat mendatangi kantor Balai Besar TNBK, sekaligus mengurus ijin masuk kawasan. Pihak balai juga menyediakan peralatan outdor, berikut pemandu yang ramah, peran beliau ini sangat penting dalam melakukan jungle traveling di dalam rimba TNBK. Berikutnya menempuh perjalan darat menuju mataso, dimana kantor bidang I menjadi pos pemberangkatan pertama. Sebelum menuju mataso persiapan logistik dapat kita peroleh di Putusibau, sebagai bekal utama selama menjelajahi hutan. Sampai di Mataso pengunjung dapat memanfaatkan fasilitas kantor Bidang I untuk repacking selain beristirahat sejenak, sebelum masuk menjelajahi keindahan alam karunia Tuhan yang harus selalu kita jaga kelestarianya. Tertarik untuk berpetualang?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar